Rombongan Komisi III DPR RI yang hadir dalam rapat di Gedung Siginjai Polda Jambi dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ir. Hj. Sari Yuliati, M.T., bersama sejumlah anggota, yaitu Sudin, S.E., Pulung Agustanto, H. Benny Utama, S.H., M.M., Rizki Faisal, Martin Daniel Tumbeleka, Lola Nelria Oktavia, Dr. Hinca I. P. Pandjaitan XIII, S.H., M.H., ACCS., Rudianto Lallo, S.H., serta H. Hasbiallah Ilyas.
Rombongan tiba sekitar pukul 10.15 WIB. Awalnya, Humas Polda Jambi menjanjikan adanya wawancara cegat (doorstop). Namun, pada pukul 13.10 WIB, doorstop tersebut dibatalkan.
Sejumlah wartawan memilih pulang, sementara tiga wartawan dari Kompas.com, Detik.com, dan Jambi TV tetap bertahan. Wartawan Kompas.com bahkan sudah tiba sejak pukul 10.00 WIB dan menunggu sekitar enam jam untuk bisa mewawancarai anggota Komisi III soal reformasi kepolisian.
Sekitar pukul 14.00 WIB, rombongan Komisi III keluar dari ruang rapat. Wartawan yang sudah menunggu di lobi berusaha melakukan wawancara kepada tiga orang pertama yang keluar.
Sejumlah wartawan yang tengah menjalankan tugas peliputan justru dihadang oleh personel dari Bidang Humas Polda Jambi.
Momen itu terjadi saat Kapolda Jambi, Irjen Pol Krisno Halomoan Siregar, bersama rombongan Komisi III DPR RI berpindah dari Gedung Siginjai menuju Gedung Utama.
Beberapa jurnalis menyampaikan bahwa mereka merasa dihalangi dalam menjalankan fungsi jurnalistiknya.
Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan pers. Dalam forum yang dihadiri Ketua Pengadilan Tinggi Jambi dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi, seharusnya prinsip transparansi dan keterbukaan informasi menjadi prioritas.
Namun kenyataannya, ruang untuk bertanya dan meliput justru tertutup rapat.
Menanggapi polemik tersebut, Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto memberikan klarifikasi dan menyampaikan permintaan maaf kepada para jurnalis.
“Saya minta maaf jika kejadian tadi membuat teman-teman wartawan tidak nyaman,” ujarnya kepada media.
Mulia menegaskan, tidak ada maksud untuk membatasi kerja jurnalistik. Menurutnya, sesi wawancara sebenarnya telah dirancang, namun situasi di lapangan tiba-tiba berubah.
“Waktu sangat terbatas. Setelah rapat, langsung makan siang dan diskusi internal. Rombongan Komisi III harus segera menuju bandara,” jelasnya.
Meski permintaan maaf telah disampaikan, insiden ini tetap menjadi pengingat penting, kebebasan pers tidak boleh dikorbankan oleh alasan teknis.
Wartawan bukan pengganggu, apalagi pengacau. Mereka adalah penjaga demokrasi. Setiap lembaga negara wajib menjamin ruang kerja yang adil dan terbuka bagi wartawan.(Rid)